25 November 2008

Tayangan TV: Stop Komplain, Lakukan Filter Sendiri

Coba perhatikan dalam setahun berapa banyak surat pembaca yang memuat keluhan buruknya materi tayangan TV. Baru-baru ini saya membaca postingan sebuah blog yang isinya keprihatinan yang mendalam terhadap tayangan TV, terutama sinetronnya. Dan entah berapa banyak blog dan forum lain lagi yang membahas hal senada: sinetron yang membodohi pemirsa; talk show/berita tv yang mengumbar kesadisan dan kevulgaran; atau infotainment yang mengupas tuntas kehidupan artis yang justru menjustifikasi kebobrokan dalam rumah tangga adalah hal yang lumrah. Namun sampai sejauh ini adakah komplain tadi mendorong perbaikan kwalitas tayang? Adakah keluhan tadi efektif mempressure regulator (dalam hal ini KPI) agar lebih tegas terhadap operator TV untuk taat aturan main? Jawab saya pribadi: kecuali acara empat mata yang telah dibekukan, perubahan signifikan belum ada! Masih seperti dulu, kata penyanyi jadul Dian Pisesha.

Saya pribadi berpendapat konten beberapa tayangan TV sekarang ini sudah tak layak tonton, tidak nalar dan cenderung menjeneralisasi suatu kasus dari sudut pandang tertentu saja, serta suka memblow-up suatu masalah. Tapi saya juga mahfum. Natur dunia televisi non berbayar memang seperti itu. Investasi yang dikeluarkan harus segera kembali. Pemasukan satu satunya bagi mereka adalah dari iklan. Tayangan yang berpotensi menarik banyak iklan menjadi konsern utama fihak pengelolah. Dan fihak sponsor hanya mau memasang iklan jika rating tayangan tinggi. Maka jadilah pameo : rating is the king. Sebodoh amat jika tayangan tersebut berpengaruh buruk bagi masyarakat. Ini pure bisnis ratusan milyar rupiah!

Untuk urusan rating ini, menjadi suatu ironi. Format acara yang rating-nya bagus, akan dicopas (copy paste) oleh stasiun tv lainnya. Maka akan muncul program sejenis dan wajah dunia televisi menjadi homogen. Maka tidak ada bedanya program acara tv jaman waktu TVRI dulu dengan sekarang. Kalau dulu kita dipaksa nonton satu menu acara saja, tapi sekarang kita terpaksa mencicipi banyak menu tayangan dengan cita rasa yang sama.

Kembali kepada persoalan konten tayangan yang buruk. Apakah tidak ada aturan main yang bisa dipakai untuk menilai suatu konten tayangan telah melanggar aturan atau tidak? Dan apakah pelanggaran terhadap aturan tersebut bisa dikenakan sanksi? Ada. Namanya P3-SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran – dan Standar Program Siaran) yang dikeluarkan oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Dan acara ”Empat Mata” yang dihost oleh Tukul sudah kena penalti. Lalu apakah fihak penyelenggara akan merasa jera dan rumah tangga kita menjadi lebih aman dari pengaruh buruk tayangan TV? Dialektika alam selalu terjadi. Percayalah fihak pengelolah jaringan tv akan selalu mencari celah/kelemahan regulasi. Dan tayangan-tayangan sampah tetap akan berseliweran dalam ruang rumah kita.

Well, Bagaimana menyikapinya? Kalau saya yang ditanya, saya akan menjawab: perbanyak alternative tontonan yang berkwalitas di rumah. Kita selama ini dibuat tak berdaya, karena tak ada alternatif tontonan yang lebih baik. Ya itu tadi, karena kita hanya membayar murah (hanya bermodal pesawat tv saja) untuk sebuah hiburan dan informasi tak bermakna. Kalau kita mau sedikit bersusah menyisihkan budget untuk tayangan alternatif, banyak tersedia tv berbayar dengat paket acara yang jauh lebih baik dengan harga yang terjangkau. Kita mempunyai pilihan menentukan mana tayangan yang layak kita tonton dan memberikan pencerahan bagi kita. Dan yang paling penting lagi, kita tidak lagi menjadi siterperdaya yang duduk tak berdaya menerima bombardir pengaruh buruk dari luar melalui tayangan tv. We are the decision maker!

Rumah kita adalah teritorial kita. Kita punya wewenang penuh mengaturnya. Gunakan wewenang itu dengan membuat kebijakan tayangan-tayangan apa saja yang boleh masuk dalam wilayah teritorial kita. Jangan biarkan alam bawah sadar anak-anak kita disesaki timbunan spam informasi tayangan tak berguna. Jadi stop mengeluh. Lakukan filter sendiri.

4 comments:

joe said...

Para praktisi televisi adalah profit oriented, mereka hanya memproduksi tayangan-tayangan yang ratingnya tinggi, tanpa harus berpikir bahwa tayangan tersebut berdampak kurang baik bagi masyarakat. Bagaimanapun juga televisi adalah animal economic, memang dibuat untuk menghasilkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya

Ilyas Mak said...

@joe: kalau tayangan tv sdh dirasa bisa merusak, dibatasi adalah cara efektif saya kira. tks mas joe, senang membaca cerita jadul anda.

Anonymous said...

Setuju pak, kota saya masih untung ada tv yang rada mendingan DAAI TV, Spacetoon TV dan siaran percobaan ELSINTA TV acaranya yes ok.
TV lain, saya pilih pilih dulu, walau berantem dulu ma anak..

Ilyas Mak said...

@pucuk: wah...beruntung sekali di tempat bapak Pucuk ada alternatif tayangan seperti DAAI TV,yg selalu memberi inspirasi dan menghargai keharmonisan.